Ada segelintir ilmuwan yang bisa dikatakan kekeliruannya lebih menarik daripada kesuksesan ilmuwan-ilmuwan lainnya, Albert Einstein adalah salah satunya. Hanya sedikit “blunder” yang memiliki hidup lebih panjang dan lebih penting dari konstanta kosmologis, terkadang digambarkan sebagai faktor palsu paling terkenal dalam sejarah sains, yang Einstein tambahkan pada teori relativitas di tahun 1917.
Peranan Konstanta tersebut adalah menyediakan gaya tolak untuk menahan alam semesta dari (secara teoritis) kekolapsan karena bobotnya sendiri. Einstein menyerahkan konstanta kosmologis ketika alam semesta diketahui mengembang, tapi pada tahun-tahun berikutnya, konstanta kosmologis itu, layaknya Rasputin, bersikeras menolak untuk mati, menyeret dirinya tampil ke depan, membisikkan enigma-enigma mendalam dan gaya-gaya baru yang misterius di alam, setiap kali para kosmolog menemui kesukaran, sehingga mengharmoniskan kembali observasi mereka atas alam semesta dengan teori-teori mereka.
Tahun
ini, konstanta kosmologis tersebut kembali masuk berita sebagai
penjelasan atas penemuan yang banyak dilaporkan, berdasarkan observasi
bintang-bintang meledak yang jauh, bahwa suatu jenis “energi aneh”
rupanya sedang mengakselerasi perluasan alam semesta. “Jika konstanta
kosmologis sudah mencukupi bagi Einstein,” kata Michael Turner dari
Universitas Chicago dalam sebuah pertemuan pada bulan April, “maka semestinya juga mencukupi bagi kita.”
Einstein telah lama wafat. Bagaimana ia dan faktor palsu 80-tahunnya sampai menjadi pusat revolusi dalam kosmologi modern?
Kisahnya bermula di Wina dengan sebuah konsep mistis yang Einstein sebut prinsip Mach.
Wina adalah benteng intelektual Ernst Mach (1838-1916), fisikawan dan
filsuf yang menunggangi sains Eropa layaknya seorang Colossus. Skala
ukuran kecepatan supersonik dinamai dengan namanya. Peninggalan
terbesarnya sangat filosofis; ia teguh berpendapat bahwa semua
pengetahuan berasal dari akal sehat, dan kukuh menentang pengenalan konsep metafisik, demikian dia menganggapnya, dalam sains, atom contohnya.
Peninggalan lainnya adalah gagasan tentang absolute space (ruang absolut), yang membentuk kerangka alam semesta Newton.
Mach berpendapat bahwa kita tidak melihat “ruang”, kita hanya pemain di
dalamnya. Semua pengetahuan kita tentang gerak, jelasnya, hanya relatif
menurut “bintang-bintang diam” (fixed star).
Dalam buku-buku dan paper-nya, ia bertanya-tanya apakah kelembaman,
kecenderungan sebuah objek untuk tetap diam atau bergerak hingga
didorong oleh gaya eksternal, sama relatifnya dan berasal dari suatu interaksi dengan segala sesuatu di alam semesta.
“Apa
yang terjadi pada hukum kelembaman jika seluruh angkasa mulai bergerak
dan bintang-bintang berkerumun dalam keadaan kacau?” tulisnya pada tahun
1911. “Hanya jika alam semesta musnah kita akan tahu bahwa semua benda,
dengan bagiannya masing-masing, sangat penting dalam hukum kelembaman.”
Mach
tak pernah mengajukan taksiran tentang bagaimana interaksi misterius
ini bekerja, tapi Einstein, yang mengagumi skeptisme Mach, terpikat pada
apa yang kadang ia sebut sebagai prinsip Mach dan kadang disebutnya
relativitas kelembaman. Ia ingin memasukkan konsep tersebut ke dalam
teori relativitas umumnya, yang diselesaikan pada tahun 1915. Teori ini
menjelaskan bagaimana materi dan energi mendistorsi atau “melengkungkan”
geometri ruang dan waktu, menimbulkan sebuah fenomena yang disebut
gravitasi.
Dalam
bahasa relativitas umum, prinsip Mach menekankan bahwa lengkungan
ruang-waktu hanya bisa dijelaskan melalui materi atau energi lain di
alam semesta, dan bukan kondisi permulaan atau pengaruh luar apa pun –
yang disebut fisikawan sebagai boundary condition
(kondisi batas). Einstein mengartikan ini bahwa mustahil memecahkan
persamaan miliknya untuk kasus objek terpisah (solitary object) – atom
atau bintang yang sendirian di alam semesta – karena tak ada yang bisa
diperbandingkan dengannya atau berinteraksi dengannya.
Jadi Einstein terkejut beberapa bulan setelah mengumumkan teori barunya, ketika Karl Schwarzschild, astrofisikawan Jerman yang bertugas di garis depan dalam Perang Dunia I, mengiriminya suatu solusi, yang melukiskan medan gravitasi di sekitar bintang terpisah (solitary star). “Saya tidak percaya bahwa penyelesaian sempurna atas persoalan massa pokok tersebut begitu sederhana,” ujar Einstein.
sebuah kajian
Semakin berkembangannya zaman sudah pasti akan banyak perubahan yang luar
biasa di dalam kehidupan sosial masyarakat dunia. Perkembangan zaman
saat ini sayangnya kurang memperhatikan keseimbangan proses alam yang
kian menua usianya. Perkembanan zaman yang diciptakan manusia lebih
terpokus pada peningkatan kualitas Infrastruktur Primer ketimbangan adanya keseimbangan peningkatan Infrastruktur Skunder didalamnya. Artinya lebih memusatkan kepada peningkatan kebutuhan manusianya saja ketimbang memperhatikan keseimbangan kebutuhan alam itu sendiri.
Gunung yang sudah tidak hijau lagi, gundul dan gersang akibat ulah anak manusia yang masih saja suka merusak keindahan alam ini
Maka tidak heran bila di abad modern ini banyak kejadian bencana alam yang dalangnya silih berganti, bahkan tidak sedikit bencana alam apapun datangnya bisa bersamaan. Itu semua lebih disebabkan dengan pola dan sistem manusia mengembangkan perkembangan kehidupan tidak memperhatikan kelestarian alam. Manusia lebih sewena-wena mengeruk kekayaan alam untuk bahan dasar kebutuhannya. Termasuk untuk perkembangan teknologi, manusia lebih banyak mengambil material-material alam sebagai bahan dasar perangkat kerasnya.
Contoh, di Indonesia saja bencana alam hingga sampai sekarang masih sering terjadi. Baik itu bencana alam banjir bandang, tanah lonsor, gunung meletus hingga bencana alam gempa bum. Dan termasuk bencana alam yang disebabkan oleh kecerobohan manusia yang ada di Sudiarjo, seperti peristiwa Lumpur Lapindo. Dan diperkirakan bakal datang bencana alam yang sudah mendekati titik nadir kehidupan manusia saat ini, manusia akan mendapatkan bencana besar yang luar biasa dengan kondisi Global Warning saat ini.
Pemandangan Hutan Gundul Yang Siap Longsong Akibat Erosi
Alam memang sudah tua, tapi bukan berarti harus didiamkan dan dikeruk semaunya isi alam ini. Alam butuh penyegaran dan butuh pemulihan. Tak ubahnya manusia butuh makan, butuh minum, butuh pakaian, butuh kesehatan, butuh tempat tinggal, butuh kehidupan yang lebih layak. Begitu pula alam sebaliknya.
Bila terus menerus kondisi alam di rusak dan rampas isi serta keindahannya. Maka janganlah disalahkan alam ini bila sudah murka dengan gejolaknya. Sementara manusia hanya bisa berkata dan marah kepada alam bila terjadi berbagai bencana alam yang datang silih berganti.
Jelaslah sudah bahwa alam butuh perbaikan dan perawatan dari manusia itu sendiri, dan bila manusia benar mau menyadari dan mau lebih melestarikan keberadaan alam ini, maka sudah pasti alam ini akan lebih kuat dan indah untuk dinikmati manusia didalam kehidupan. Hutan jangan sekedar diambil kayunya saja, tapi hutan juga perlu ditanami kembali dengan tanaman yang produktif. Tanah jangan hanya digali terus menerus sekedar untuk mengambil kandungannya, tapi tanah juga perlu di suburkan dan perkuat. Dan masih banyak lagi yang harus diperhatikan oleh manusia untuk terus bisa menjaga keindahan dan keseimbangan alam ini.
Jangan ada lagi penderitaan dimana-mana karena kemurkaan alam. Bencana alam bisa kita atasi asal kita tidak lagi serakah merusak dan mengeruk isi alam ini dengan seenaknya. Manfaatkanlah alam ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengurangi struktur dan keindahan alam itu sendiri.
KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
Kerusakan hutan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
Catatan ini sangat penting untuk menjadi catatan dan pegangan kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan tersendiri dari mahkluk-mahkluk Allah lainnya.
” Sebagai kholifah, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut merawat, memelihara dan melestarikan berbagai fasilitas alam yang telah disediakan oleh Allah untuk manusia. Memang Allah telah membolehkan manusia untuk menggunakan seluruh sumber daya alam ini sebagai sumber rizki bagi manusia dan juga seluruh makhluk hidup yang ada diatasnya, namun bukan dengan cara merusak dan merugikan yang lain. Insya Allah kalau hal-hal ini mampu kita lakukan, krisis lingkungan serta kepunahan flora fauna dapat kita atasi. ” (Inti catatan penting ini dikutip dari artikel : Onrizal, 23 Agustus 2010 - kompas
" SEHARUSNYA KITA KEMBALIKAN APA YANG SUDAH KITA AMBIL, DAN KITA JAGA APA YANG SUDAH ADA "
Gunung yang sudah tidak hijau lagi, gundul dan gersang akibat ulah anak manusia yang masih saja suka merusak keindahan alam ini
Maka tidak heran bila di abad modern ini banyak kejadian bencana alam yang dalangnya silih berganti, bahkan tidak sedikit bencana alam apapun datangnya bisa bersamaan. Itu semua lebih disebabkan dengan pola dan sistem manusia mengembangkan perkembangan kehidupan tidak memperhatikan kelestarian alam. Manusia lebih sewena-wena mengeruk kekayaan alam untuk bahan dasar kebutuhannya. Termasuk untuk perkembangan teknologi, manusia lebih banyak mengambil material-material alam sebagai bahan dasar perangkat kerasnya.
Contoh, di Indonesia saja bencana alam hingga sampai sekarang masih sering terjadi. Baik itu bencana alam banjir bandang, tanah lonsor, gunung meletus hingga bencana alam gempa bum. Dan termasuk bencana alam yang disebabkan oleh kecerobohan manusia yang ada di Sudiarjo, seperti peristiwa Lumpur Lapindo. Dan diperkirakan bakal datang bencana alam yang sudah mendekati titik nadir kehidupan manusia saat ini, manusia akan mendapatkan bencana besar yang luar biasa dengan kondisi Global Warning saat ini.
Pemandangan Hutan Gundul Yang Siap Longsong Akibat Erosi
Alam memang sudah tua, tapi bukan berarti harus didiamkan dan dikeruk semaunya isi alam ini. Alam butuh penyegaran dan butuh pemulihan. Tak ubahnya manusia butuh makan, butuh minum, butuh pakaian, butuh kesehatan, butuh tempat tinggal, butuh kehidupan yang lebih layak. Begitu pula alam sebaliknya.
Bila terus menerus kondisi alam di rusak dan rampas isi serta keindahannya. Maka janganlah disalahkan alam ini bila sudah murka dengan gejolaknya. Sementara manusia hanya bisa berkata dan marah kepada alam bila terjadi berbagai bencana alam yang datang silih berganti.
Jelaslah sudah bahwa alam butuh perbaikan dan perawatan dari manusia itu sendiri, dan bila manusia benar mau menyadari dan mau lebih melestarikan keberadaan alam ini, maka sudah pasti alam ini akan lebih kuat dan indah untuk dinikmati manusia didalam kehidupan. Hutan jangan sekedar diambil kayunya saja, tapi hutan juga perlu ditanami kembali dengan tanaman yang produktif. Tanah jangan hanya digali terus menerus sekedar untuk mengambil kandungannya, tapi tanah juga perlu di suburkan dan perkuat. Dan masih banyak lagi yang harus diperhatikan oleh manusia untuk terus bisa menjaga keindahan dan keseimbangan alam ini.
Jangan ada lagi penderitaan dimana-mana karena kemurkaan alam. Bencana alam bisa kita atasi asal kita tidak lagi serakah merusak dan mengeruk isi alam ini dengan seenaknya. Manfaatkanlah alam ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengurangi struktur dan keindahan alam itu sendiri.
KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
Kerusakan hutan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Kepentingan Ekonomi Dalam mengelola hutan kepentingan ekonomi
kelihatannya masih lebih dominan daripada memikirkan kepentingan
kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang berdimensi jangka panjang
yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini berjalan linear
dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar bebas
pada umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang
paling optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor.
Negara yang kapabilitas teknologinya rendah seperti Indonesia
cenderung akan membasiskan industrinya pada bidang yang padat yaitu
sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya pemahaman bahwa
mengexploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang paling
mudah dan murah untuk mendapatkan devisa ekspor.
Industrialisasi di Indonesia yang belum mencapai taraf kematangan
juga telah membuat tidak mungkin ditinggalkannya industri padat seperti
itu. Kemudian beban hutang luar negeri yang berat juga telah ikut
membuat Indonesia terpaksa mengexploitasi sumber daya alamnya dengan
berlebihan untuk dapat membayar hutang negara.
Inilah yang membuat ekspor non- migas Indonesia masih didominasi
dan bertumpu pada produk-produk yang padat seperti hasil-hasil sumber
daya alam. Ekspor kayu, bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan
lainnya terjadi dalam kerangka seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan
ini sering dilakukan dengan cara yang exploitative dan disertai oleh
aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya memperparah dan
mempercepat terjadinya kerusakan hutan.
2. Penegakan Hukum yang LemahMenteri Kehutanan Republik Indonesia
M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di
Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut
Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja.
Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan
orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan
paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum.
Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan
kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat
pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan
untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas
kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang
maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga
banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi
sangat lemah.
3. Mentalitas Manusia.Manusia sering memposisikan dirinya sebagai
pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan
dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun
untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia
sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang
lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia
sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi
lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan.
Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan,
maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di
dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan
kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang.
Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang
dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan
pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan
sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai
lahan perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan serta
menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran.
Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar di bumi:
1. Efek Rumah Kaca (Green house effect).Hutan merupakan paru-paru
bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi gas Co2. Berkurangnya hutan dan
meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan
menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini
makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan
yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar
matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat
dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi.
Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi
oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan
bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan
kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini
berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga
gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya
akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan
wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang
kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.
2. Kerusakan Lapisan OzonLapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi
berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi
kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya
zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon.
Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang
makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu
sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat
menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.
3. Kepunahan SpeciesHutan di Indonesia dikenal dengan
keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti
keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami
kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun
yang lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya
Indonesia kehilangan satu species (punah) dan kehilangan hampir 70%
habitat alami pada sepuluh tahun terakhir ini.
4. Merugikan Keuangan Negara.Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola
hutan dengan lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor
kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya
tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah
sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan
sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan
antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3.
Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal
loging). Dari praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami
Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan
pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya
mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat
Indonesia.
5. Banjir.Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia
akhir-akhir ini, disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah
karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan
tangkapan air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk
mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air
di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin
berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan
(infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di
permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang
dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah
sehingga menyebabkan banjir. Bencana banjir dapat akan semakin
bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan
yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa
manusia akan menjadi taruhannya. Banjir di Jawatimur dan Jawa tengah
adalah contoh nyata .
Eksploitasi Alam Yang Berlebihan Hasil Ulah Keserakahan Manusia. Alam Seperti Ini Tinggal Menunggu Kehancurannya.
Catatan Penting :Catatan ini sangat penting untuk menjadi catatan dan pegangan kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan tersendiri dari mahkluk-mahkluk Allah lainnya.
” Sebagai kholifah, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut merawat, memelihara dan melestarikan berbagai fasilitas alam yang telah disediakan oleh Allah untuk manusia. Memang Allah telah membolehkan manusia untuk menggunakan seluruh sumber daya alam ini sebagai sumber rizki bagi manusia dan juga seluruh makhluk hidup yang ada diatasnya, namun bukan dengan cara merusak dan merugikan yang lain. Insya Allah kalau hal-hal ini mampu kita lakukan, krisis lingkungan serta kepunahan flora fauna dapat kita atasi. ” (Inti catatan penting ini dikutip dari artikel : Onrizal, 23 Agustus 2010 - kompas
" SEHARUSNYA KITA KEMBALIKAN APA YANG SUDAH KITA AMBIL, DAN KITA JAGA APA YANG SUDAH ADA "