Senin, 03 Maret 2014

MISTERI TENTANG ALAM

  Pembahasan misteri alam semesta selalu menarik untuk dikaji. Bagi mereka yang berpikiran open mind dan membuka cakrawala berpikir universal maka hal ini merupakan suatu kajian menarik. Misalnya perihal Fisika Quantum, Dark matter dan Waktu imajiner. Dalam artikel ini saya akan mengulas ulang Wacana Misteri alam semesta terbaru, yaitu mengenai KONSTANTA KOSMOLOGIS. Faktor ‘Palsu’ Einstein Kembali ke Kosmologi Hantu. 
Ada segelintir ilmuwan yang bisa dikatakan kekeliruannya lebih menarik daripada kesuksesan ilmuwan-ilmuwan lainnya, Albert Einstein adalah salah satunya. Hanya sedikit “blunder” yang memiliki hidup lebih panjang dan lebih penting dari konstanta kosmologis, terkadang digambarkan sebagai faktor palsu paling terkenal dalam sejarah sains, yang Einstein tambahkan pada teori relativitas di tahun 1917.

Peranan Konstanta tersebut adalah menyediakan gaya tolak untuk menahan alam semesta dari (secara teoritis) kekolapsan karena bobotnya sendiri. Einstein menyerahkan konstanta kosmologis ketika alam semesta diketahui mengembang, tapi pada tahun-tahun berikutnya, konstanta kosmologis itu, layaknya Rasputin, bersikeras menolak untuk mati, menyeret dirinya tampil ke depan, membisikkan enigma-enigma mendalam dan gaya-gaya baru yang misterius di alam, setiap kali para kosmolog menemui kesukaran, sehingga mengharmoniskan kembali observasi mereka atas alam semesta dengan teori-teori mereka.


Tahun ini, konstanta kosmologis tersebut kembali masuk berita sebagai penjelasan atas penemuan yang banyak dilaporkan, berdasarkan observasi bintang-bintang meledak yang jauh, bahwa suatu jenis “energi aneh” rupanya sedang mengakselerasi perluasan alam semesta. “Jika konstanta kosmologis sudah mencukupi bagi Einstein,” kata Michael Turner dari Universitas Chicago dalam sebuah pertemuan pada bulan April, “maka semestinya juga mencukupi bagi kita.”

Einstein telah lama wafat. Bagaimana ia dan faktor palsu 80-tahunnya sampai menjadi pusat revolusi dalam kosmologi modern?

Kisahnya bermula di Wina dengan sebuah konsep mistis yang Einstein sebut prinsip Mach. Wina adalah benteng intelektual Ernst Mach (1838-1916), fisikawan dan filsuf yang menunggangi sains Eropa layaknya seorang Colossus. Skala ukuran kecepatan supersonik dinamai dengan namanya. Peninggalan terbesarnya sangat filosofis; ia teguh berpendapat bahwa semua pengetahuan berasal dari akal sehat, dan kukuh menentang pengenalan konsep metafisik, demikian dia menganggapnya, dalam sains, atom contohnya.

Peninggalan lainnya adalah gagasan tentang absolute space (ruang absolut), yang membentuk kerangka alam semesta Newton. Mach berpendapat bahwa kita tidak melihat “ruang”, kita hanya pemain di dalamnya. Semua pengetahuan kita tentang gerak, jelasnya, hanya relatif menurut “bintang-bintang diam” (fixed star). Dalam buku-buku dan paper-nya, ia bertanya-tanya apakah kelembaman, kecenderungan sebuah objek untuk tetap diam atau bergerak hingga didorong oleh gaya eksternal, sama relatifnya dan berasal dari suatu interaksi dengan segala sesuatu di alam semesta.

“Apa yang terjadi pada hukum kelembaman jika seluruh angkasa mulai bergerak dan bintang-bintang berkerumun dalam keadaan kacau?” tulisnya pada tahun 1911. “Hanya jika alam semesta musnah kita akan tahu bahwa semua benda, dengan bagiannya masing-masing, sangat penting dalam hukum kelembaman.”

Mach tak pernah mengajukan taksiran tentang bagaimana interaksi misterius ini bekerja, tapi Einstein, yang mengagumi skeptisme Mach, terpikat pada apa yang kadang ia sebut sebagai prinsip Mach dan kadang disebutnya relativitas kelembaman. Ia ingin memasukkan konsep tersebut ke dalam teori relativitas umumnya, yang diselesaikan pada tahun 1915. Teori ini menjelaskan bagaimana materi dan energi mendistorsi atau “melengkungkan” geometri ruang dan waktu, menimbulkan sebuah fenomena yang disebut gravitasi.

Dalam bahasa relativitas umum, prinsip Mach menekankan bahwa lengkungan ruang-waktu hanya bisa dijelaskan melalui materi atau energi lain di alam semesta, dan bukan kondisi permulaan atau pengaruh luar apa pun – yang disebut fisikawan sebagai boundary condition (kondisi batas). Einstein mengartikan ini bahwa mustahil memecahkan persamaan miliknya untuk kasus objek terpisah (solitary object) – atom atau bintang yang sendirian di alam semesta – karena tak ada yang bisa diperbandingkan dengannya atau berinteraksi dengannya.

Jadi Einstein terkejut beberapa bulan setelah mengumumkan teori barunya, ketika Karl Schwarzschild, astrofisikawan Jerman yang bertugas di garis depan dalam Perang Dunia I, mengiriminya suatu solusi, yang melukiskan medan gravitasi di sekitar bintang terpisah (solitary star). “Saya tidak percaya bahwa penyelesaian sempurna atas persoalan massa pokok tersebut begitu sederhana,” ujar Einstein.

Mungkin sebagian terpacu oleh hasil Schwarzschild, Einstein mengalihkan perhatiannya di musim gugur 1916 pada penemuan alam semesta ber-boundary (berbatas) yang mencegah sebuah bintang melarikan diri dari tetangganya dan tidak melayang menuju ketersendirian tak terbatas non-Mach. Dia menyusun gagasannya dalam sebuah korespondensi dengan astronom Belanda, Willem de Sitter, yang mana akan diterbitkan musim panas tahun ini oleh Princeton University Press dalam Volume 8 “The Collected Papers of Albert Einstein”. Sebagaimana kebanyakan koleganya kala itu, Einstein menganggap alam semesta terdiri dari kumpulan bintang (cloud of stars), yaitu Bimasakti, yang dikelilingi oleh ruang yang luas. Salah satu pemikirannya memprediksikan eksistensi “massa jauh” yang melingkari pinggir Bimasakti layaknya sebuah pagar. Massa-massa ini melengkungkan ruang dan menutupnya.








sebuah kajian 
 
Semakin berkembangannya zaman sudah pasti akan banyak perubahan yang luar biasa di dalam kehidupan sosial masyarakat dunia. Perkembangan zaman saat ini sayangnya kurang memperhatikan keseimbangan proses alam yang kian menua usianya. Perkembanan zaman yang diciptakan manusia lebih terpokus pada peningkatan kualitas Infrastruktur Primer ketimbangan adanya keseimbangan peningkatan Infrastruktur Skunder didalamnya. Artinya lebih memusatkan kepada peningkatan kebutuhan manusianya saja ketimbang memperhatikan keseimbangan kebutuhan alam itu sendiri.


13002759471440286907
Gunung yang sudah tidak hijau lagi, gundul dan gersang akibat ulah anak manusia yang masih saja suka merusak keindahan alam ini


Maka tidak heran bila di abad modern ini banyak kejadian bencana alam yang dalangnya silih berganti, bahkan tidak sedikit bencana alam apapun datangnya bisa bersamaan. Itu semua lebih disebabkan dengan pola dan sistem manusia mengembangkan perkembangan kehidupan tidak memperhatikan kelestarian alam. Manusia lebih sewena-wena mengeruk kekayaan alam untuk bahan dasar kebutuhannya. Termasuk untuk perkembangan teknologi, manusia lebih banyak mengambil material-material alam sebagai bahan dasar perangkat kerasnya.
Contoh, di Indonesia saja bencana alam hingga sampai sekarang masih sering terjadi. Baik itu bencana alam banjir bandang, tanah lonsor, gunung meletus hingga bencana alam gempa bum. Dan termasuk bencana alam yang disebabkan oleh kecerobohan manusia yang ada di Sudiarjo, seperti peristiwa Lumpur Lapindo. Dan diperkirakan bakal datang bencana alam yang sudah mendekati titik nadir kehidupan manusia saat ini, manusia akan mendapatkan bencana besar yang luar biasa dengan kondisi Global Warning saat ini.


13002762291544980870
Pemandangan Hutan Gundul Yang Siap Longsong Akibat Erosi


Alam memang sudah tua, tapi bukan berarti harus didiamkan dan dikeruk semaunya isi alam ini. Alam butuh penyegaran dan butuh pemulihan. Tak ubahnya manusia butuh makan, butuh minum, butuh pakaian, butuh kesehatan, butuh tempat tinggal, butuh kehidupan yang lebih layak. Begitu pula alam sebaliknya.
Bila terus menerus kondisi alam di rusak dan rampas isi serta keindahannya. Maka janganlah disalahkan alam ini bila sudah murka dengan gejolaknya. Sementara manusia hanya bisa berkata dan marah kepada alam bila terjadi berbagai bencana alam yang datang silih berganti.
Jelaslah sudah bahwa alam butuh perbaikan dan perawatan dari manusia itu sendiri, dan bila manusia benar mau menyadari dan mau lebih melestarikan keberadaan alam ini, maka sudah pasti alam ini akan lebih kuat dan indah untuk dinikmati manusia didalam kehidupan. Hutan jangan sekedar diambil kayunya saja, tapi hutan juga perlu ditanami kembali dengan tanaman yang produktif. Tanah jangan hanya digali terus menerus sekedar untuk mengambil kandungannya, tapi tanah juga perlu di suburkan dan perkuat. Dan masih banyak lagi yang harus diperhatikan oleh manusia untuk terus bisa menjaga keindahan dan keseimbangan alam ini.
Jangan ada lagi penderitaan dimana-mana karena kemurkaan alam. Bencana alam bisa kita atasi asal kita tidak lagi serakah merusak dan mengeruk isi alam ini dengan seenaknya. Manfaatkanlah alam ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengurangi struktur dan keindahan alam itu sendiri.
KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
Kerusakan hutan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Kepentingan Ekonomi Dalam mengelola hutan kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih dominan daripada memikirkan kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini berjalan linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar bebas pada umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang paling optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor.
Negara yang kapabilitas teknologinya rendah seperti Indonesia cenderung akan membasiskan industrinya pada bidang yang padat yaitu sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya pemahaman bahwa mengexploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang paling mudah dan murah untuk mendapatkan devisa ekspor.
Industrialisasi di Indonesia yang belum mencapai taraf kematangan juga telah membuat tidak mungkin ditinggalkannya industri padat seperti itu. Kemudian beban hutang luar negeri yang berat juga telah ikut membuat Indonesia terpaksa mengexploitasi sumber daya alamnya dengan berlebihan untuk dapat membayar hutang negara.
Inilah yang membuat ekspor non- migas Indonesia masih didominasi dan bertumpu pada produk-produk yang padat seperti hasil-hasil sumber daya alam. Ekspor kayu, bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan lainnya terjadi dalam kerangka seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini sering dilakukan dengan cara yang exploitative dan disertai oleh aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya memperparah dan mempercepat terjadinya kerusakan hutan.
2. Penegakan Hukum yang LemahMenteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum.
Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
3. Mentalitas Manusia.Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan.
Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang.
Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran.
Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar di bumi:
1. Efek Rumah Kaca (Green house effect).Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi gas Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi.
Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.
2. Kerusakan Lapisan OzonLapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.
3. Kepunahan SpeciesHutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu species (punah) dan kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh tahun terakhir ini.
4. Merugikan Keuangan Negara.Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat Indonesia.
5. Banjir.Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini, disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir. Bencana banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan menjadi taruhannya. Banjir di Jawatimur dan Jawa tengah adalah contoh nyata .
13002775601276741558
Eksploitasi Alam Yang Berlebihan Hasil Ulah Keserakahan Manusia. Alam Seperti Ini Tinggal Menunggu Kehancurannya.
Catatan Penting :
Catatan ini sangat penting untuk menjadi catatan dan pegangan kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan tersendiri dari mahkluk-mahkluk  Allah lainnya.
” Sebagai kholifah, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut merawat, memelihara dan melestarikan berbagai fasilitas alam yang telah disediakan oleh Allah untuk manusia. Memang Allah telah membolehkan manusia untuk menggunakan seluruh sumber daya alam ini sebagai sumber rizki bagi manusia dan juga seluruh makhluk hidup yang ada diatasnya, namun bukan dengan cara merusak dan merugikan yang lain. Insya Allah kalau hal-hal ini mampu kita lakukan, krisis lingkungan serta kepunahan flora fauna dapat kita atasi. ” (Inti catatan penting ini dikutip dari artikel : Onrizal,  23 Agustus 2010 - kompas


" SEHARUSNYA KITA KEMBALIKAN APA YANG SUDAH KITA AMBIL, DAN KITA JAGA APA YANG SUDAH ADA "